Senin, September 14, 2009

:: TORAKUR Bandungan ::




Pertengahan tahun 2002 menjadi titik balik bagi Sri Ngestiwati (47). Didorong anjloknya harga tomat, ia lalu memproduksi manisan tomat yang menyerupai kurma berlabel Torakur. Usaha itu maju pesat dan hasilnya tak hanya mampu menunjang ekonomi keluarga Ngestiwati, tetapi juga para tetangganya. Bahkan, produknya itu belakangan ini telah menjadi buah tangan khas kawasan wisata Bandungan, Kabupaten Semarang, Jawa Tengah.

Tak heran kalau Sri Ngestiwati kemudian harus memenuhi permintaan kiriman Torakur untuk Bali, Jakarta, Jawa Timur, serta sejumlah kabupaten dan kota di Jawa Tengah.

Konsekuensinya, setiap hari dia mengolah sekitar 250 kilogram tomat mentah untuk diolah menjadi 50 kilogram Torakur. Namun, saat bulan Ramadhan, kebutuhan bahan bakunya naik sampai 300 kilogram tomat mentah.

Sekilas agak sukar membedakan Torakur dengan kurma. Bentuknya sama-sama oval dengan warna pekat. Bedanya, warna kurma lebih hitam pekat, sedangkan Torakur kemerah-merahan. Penganan ini empuk tanpa biji, manis, serta menyisakan aroma dan rasa khas tomat.

Torakur yang dikemas dalam kotak seberat 250 gram seharga Rp 9.000 dan kemasan 500 gram seharga Rp 17.000. Ngestiwati mengaku belum menghadapi kendala berarti dalam pemasaran karena pasar masih menampung berapa pun produk yang didistribusikannya.

Maka tak heran kalau omzet usahanya bisa mencapai puluhan juta rupiah. Dan, lapangan pekerjaan terbuka bagi puluhan orang di sekitar rumahnya di Desa Kenteng, Kecamatan Bandungan, Kabupaten Semarang.

”Pemasarannya bagus sekali. Malah lebih cepat daripada proses pembuatannya. Hasilnya juga menjanjikan. Dari tomat-kurma ini saya bisa membiayai kuliah dua anak saya, memenuhi kebutuhan keluarga, juga membeli tanah,” tuturnya.

Pelatihan

Ngestiwati memulai usaha ini setelah mendapat pelatihan dari sejumlah mahasiswa Universitas Negeri Semarang yang sedang kuliah kerja nyata pada awal 2002. Ngestiwati bersama puluhan warga dilatih mengolah tanaman pangan, salah satunya membuat manisan tomat.

”Saya pertama kali tahu tentang manisan tomat dari pelatihan itu, enggak tahu apa dikembangkan juga di daerah lain,” tuturnya saat ditanya usaha serupa yang pernah dirintis di Kabupaten Purbalingga pada 1998.

Dia mulai membuat manisan tomat pertengahan 2002 saat harga tomat hasil panen suaminya dari lahan seluas 2.500 meter persegi anjlok. Tomat hanya dihargai Rp 200 per kilogram, jauh dari titik impas yang Rp 1.000 per kg.

”Pemasarannya bagus sekali. Malah lebih cepat daripada proses pembuatannya. Hasilnya juga menjanjikan. Dari tomat-kurma ini saya bisa membiayai kuliah dua anak saya, memenuhi kebutuhan keluarga, juga membeli tanah,”

Ia lalu mengolah tomat itu menjadi manisan. Sepuluh kali mencoba, 10 kali pula gagal. Belum berhasil menemukan formula yang tepat untuk warna, rasa, dan bentuk Torakur.

Torakur awalnya dijajakan kepada rekan sekantornya di Unit Pelaksana Teknis Dinas Pendidikan di Kecamatan Sumowono. Ternyata banyak yang menyukainya. Sekitar tiga bulan uji coba, Ngestiwati menemukan komposisi yang pas. Ia serius mengerjakan usaha ini, dan mengajukan surat izin kepada Departemen Kesehatan.

”Modal awal waktu itu hanya gula 2 kg karena 10 kg tomatnya saya petik di kebun,” kenangnya.

Proses membuat Torakur diawali dari penyortiran tomat. Puluhan pekerja memilah tomat berwarna merah pekat untuk diolah.

Adapun yang lain disimpan beberapa hari hingga benar-benar matang. Setelah ditusuk-tusuk, tomat itu direndam sekitar empat jam dalam air kapur sirih.

Biji tomat dibuang, sedangkan bagian dalam tomat disisihkan untuk bahan baku olahan jenang tomat. Daging tomat direbus bersama gula.

Komposisinya, lima bagian tomat dan satu bagian gula untuk menghasilkan 1 kilogram Torakur. Tomat lalu dijemur dan dibentuk.

Penjemuran itu menjadi salah satu keunggulan Ngestiwati. Dia menyediakan lahan khusus seluas 6 x 6 meter untuk membuat unit-unit penjemuran tertutup atap kaca. Di sekelilingnya dipasang jaring antinyamuk. Agar higienis, pada kemasannya pun diberi dua lapisan plastik di dalam dan luar kardus.

Berdayakan perempuan

Menurut Ngestiwati, yang membuat dia bangga pada usaha ini adalah terbukanya lapangan kerja bagi para tetangganya. ”Terutama bagi kaum perempuan yang belum mendapat pekerjaan.”

Mereka menjadi pekerja yang membantu Ngestiwati dari pagi hingga sore dengan upah antara Rp 300.000-Rp 350.000 per bulan, di luar lembur Rp 3.000 per jam dan uang makan sebesar Rp 3.000 per hari.

Biasanya ia memberi tugas puluhan pekerja itu pada pagi hari menjelang berangkat ke kantor sehingga usaha ini tak mengganggu pekerjaannya sebagai PNS.

”Memang yang kami berikan belum mencapai upah minimum kabupaten, tapi setidaknya bisa membantu ekonomi keluarga mereka yang rata-rata petani. Mereka juga tak perlu keluar ongkos transpor,” tuturnya.

Ngestiwati mengaku, kendala yang dihadapinya adalah melonjaknya harga gula pasir dari Rp 285.000 per sak (50 kg) menjadi sekitar Rp 440.000. Padahal, saat ini memasuki masa musim giling tebu. Dia mengatasinya dengan menaikkan harga Rp 500 per kemasan.

Semua kendala bisa teratasi. Apalagi, Ngestiwati mendapat dukungan sang suami, Adiarso, yang juga menjadi PNS di Kabupaten Semarang. Usaha tomat rasa kurma pun berkembang. ( Sumber : kompas.com )

Rabu, September 09, 2009

.:: Bubur Opak a La Bandungan ::.





















Bubur opak, tidaklah berbeda dengan bubur lainya, terbuat dari beras dan santan ditambah daun salam untuk aroma yg sedap. tetapi di Bandungan anda akan menemukan perbedaan dalam penyajian bubur, yaitu dengan opak.
Opak merupakan semacam krupuk berbahan dasar ketela dan tepung terigu, berbentuk bulat . Opak digunakan sebagai pengganti piring atau mangkuk dalam menyajikan bubur. Tekstur opak yang keras akan menjadi lunak ketika dia digunakan sebagi alas bubur. Ada juga penyajian bubur dengan pincuk yaitu terbuat dari daun pisang yang berfungsi sebagai pengganti piring, untuk mempermudah memakan bubur opak dan bubur pincuk digunakan suru, yaitu semacam sendok yang terbuat dari daun pisang.
Di Bandungan bubur menjadi layaknya menu sarapan selain pecel gendar, ketika anda berjalan-jalan dipagi hari anda akan dengan mudah menemukan bubur opak dan pincuk ini di Bandungan. Harga yang murah dan bisa sebagai pengganjal perut mungkin menjadi alasan mengapa orang menikmatinya di pagi hari. hanya dengan dengan Seribu sampai dengan dua ribu rupiah anda bisa menikmati sedapnya bubur a La bandungan ini. Bubur opak biasanya dipangakan dengan lauk bakwan goreng atau tahu goreng, anda pun bisa memilih sendiri sebagai pelengkap lauk anda, seperti sayur lodeh, sayur kikil, sayur terik, sambel goreng telor, pecel, srundeng, ayam goreng, opor dan tidak ketinggalan sambel pecel sebagai penambah rasa pedas. Untuk anak kecil bubur opak sering ditambahkan kincho, yaitu semacam kuah kental yang terbuat dari gula aren yang berwarna coklat. Menu ini biasanya digunakan oleh anak kecil sebagai menu sarapan.
Bubur opak di Bandungan anda bisa menikmatinya di pagi hari mulai pukul 02.00 wib sampai jam 08.00 wib, sedangkan sore hari anda bisa menemukanya di perkampungan yang berdekatan dengan lokasi wisata di Bandungan pada pukul 15.00 - 17.00 wib. Sebagai langganan tetap bubur opak adalah para wisatawan domestik yang kebetulan sedang berlibur di Bandungan dan para pedagang sayuran yang sudah bersipa pada dini hari untuk berjualan sayur di Kota Semarang, sebelum berangkat berjualan mereka bisasnya sarapan bubur opak ini.
Ketika anda mengkonsumsi bubur opak anda juga dapat menggunakan tepian dari bubur opak sebagai sendok, dan ketika bubur anda sudah habis bukan berarti anda harus membuang opaknya, tetapi anda bisa melipat sedemikian sehingga bubur itu bisa dimakan layaknya crepes. Jangan sungkan untuk meminta tambahan sambel pecel supaya rasa opak anda makin nendang. Selamat Mencoba!

Selasa, September 08, 2009

:: Gemblong Goreng ::

Gemblong goreng, berbahan dasar ketela pohon hasil dari tanaman petani dari desa di sekitar wilayah Bandungan. Dari nilai ekonomis ketela pohon tidaklah semahal alpukat atau kelengkeng, tetapi dengan diolah sedemikian rupa akan menghasilkan rasa yang lezaat. Ketika kita menggigit ujungnya disitulah kita akan dibawa terbang oleh rasa gurih berpadu rasa manis, seketika itu juga kebul panas akan keluar dari gigitan anda, begitulah penggambaran dari teman saya ketika pertama kali mencicipi gemblong goreng khas Bandungan.
Entah siapa penemu gemblong goreng ini, sayapun tidak menemukan siapa penemu gemblong goreng ini ketika mencari di internet dan wikipedia, keberadaan gemblong goreng ini pun tidak pernah ada yang tahu pasti kapan mulai dinikmati oleh penduduk Bandungan. Sayapun mencoba melakukan penelusuran dengan mewancarai orang tua disekitar Bandungan, wawancara pertama kepada Bu Sarwiyah(52) yang merupakan penjual gemblong goreng di Bandungan, dia berkata " Ngapunten mas kulo niki mboten gnertos, kulo lahir nggih sampun wonten " begitu ungkapan dia, kalau kita melihat ke belakang umur belaiau saat ini 42 tahun, berarti kira-kira tahun 1958 gemblong sudah ada di Bandungan. Kemudian saya mencari sumber lain adalah nenek saya yang sudah berusia 74 tahun dimana belaiu mengalami 3 jaman ungkapnya,jaman londho, heiho dan merdeka. Disaat beliau sudah mudengpanganan diwaktu itu pula beliau sudah memakan gemblong goreng sebagai pengganti beras yang hampir tidak ada gemblong merupakan makanan pokok selain gaplek dan jagung, berarti ketika Indonesia belum merdeka sudah ada gemblong di Bandungan.
" Lha cocok karo hawane ki Mas, adem-adem ndahare gemblong "
Lain daerah lain pula cara penyajian dan bentuk gemblongnya, ada yang disajikan dengan bentuk lonjong, bulat, oval dan lain-lain. Adapula yang cara menikmatinya dimakan mentah ditaburi gula bahkan ada yang dibakar. Kita dapat menemukan lebih dari ratusan variasi gemblong di Negeri ini, namun bahan dasarnya tetap sama dari ketela. Ada baiknya kita mematenkan hal cipta atas gemblong ini sebelum dipatenkan oleh negara tetangga Malingsia yang senang main claim!hehehe..
Bila anda sedang berada di Bandungan tidak sulit untuk menemukan penjual gemblong, bila anda dari arah Kota Semarang maka ketika anda sudah sampai di Bandungan disepanjang jalan menuju pasar sayur disitulah anda bisa menemukan gemblong goreng, dengan hanya lima ratus rupiah saja anda bisa merasakan sensasi gemblong goreng. Seorang wisatawan domestik yang membeli gemblong goreng bertutur kepada saya, "Lha cocok karo hawane ki Mas, adem-adem ndahare gemblong" begitu kata dia. Memang hawa dingin di Bandungan akan menambah rasa nikmat gemblong goreng yang hangat.

Selamat Mencoba...

Senin, September 07, 2009

" KOPDAR&BUBER Bandungan Lovers "


Bandungan (6/9). Pekan ini berlangsung acara yang bertajuk "Kopdar&Buber Bandungan Lovers #1". Acara ini berlangsung di jantung kota dingin Bandungan, tepatnya di Wisma Com IIN Bandungan. Tidak kuarng dari 25 peserta yang menghadiri acara tersebut, acara ini melibatkan peserta dari beragam usia, profesi dan domisili. Rekan Aulya misalnya dia adalah asli orang Ungaran tetapi pindah rumah di sekitar Kalipawon, kira-kira berjarak 7 Km dari Bandungan, lain lagi rekan Yoseph Red dia merelakan meluncur dari Kota Semarang untuk menghadiri acara buka bersama dan kopi darat ini karena memang dia sudah jatuh cinta dan care dengan Bandungan.
Dari pemantauan redaksi bahwa group ini memiliki tidak kurang dari duaratusan anggota yang tersebar tidak hanya di Kecamatan Bandungan saja tetapi juga kota-kota sekitar Bandungan bahkan orang Bandungan yang domisili di luar negeri. Acara ini juga menandai lahirnya Komunitas Bandungan Lovers, yang sudah diawalai dengan perkenalan di jejaring sosial facebook. Pujiyanto selaku kordinator Bandungan Lover's mengungkapkan bahwa semangat orang-orang yang mempunyai rasa cinta terhadap Bandungan ini akan menjadikan energi positif untuk Bandungan kedepan yang lebih baik, lain halnya dengan Sary Ayu anggota komunitas ini yang lebih banyak menghabiskan waktunya di Kota Yogyakarta sebagai pendidik ini mengatakan bahwa ada rasa kangen ketika meninggalkan Bandungan, kangen akan suasana alamnya, suasana sosialnya dan makanan favoritnya bubur opak. Tidak dipungkiri bahwa stereotip negatif tentang Bandungan sudah menjadi stigma di masyarakt umum, komunitas ini ingin membangun image positif tentang Bandungan bahwa ada yang lebih menarik di Bandungan selain sex pleasure, disana ada tempat wisata alam, makanan khas tradisional, wisata belanja dan sebagainya. Dikatakan oleh Ardhana anggota komunitas ini yang sudah banyak singgah di berbagai negara bahwa ada sesuatu keterikatan batin ketika dia meninggalkan Bandungan dan untuk selalu kembali disana.
Dalam waktu dekat komunitas ini akan diadakan kegitan gathering yang melibatkan anggota dari luar daerah dan disambung dengan acara penanaman pohon, acara ini direncanakan juga akan melibatkan pemerintahan setempat. Dalam kegiatan ini akan dilakukan penanaman kurang lebih 300 bibit pohon dan akan dibagikan juga bibit pohon kepada masyarakt lokal Bandungan.

Senin, Agustus 31, 2009

::: Bandungan Lover's on Facebook :::

Keberadaan Bandungan sebagai daerah tujuan wisata sudah dikenal luas di seluruh penjuru nusantara dan merupakan salah satu obyek daya tarik wisata propinsi Jawa Tengah. Hal ini memberikan kontribusi terhadap peningkatan PAD Jawa Tengah, bahkan prosentase kunjungan ke Bandungan merupakan yang tertinggi dari seluruh oibyek wisata di Kabupaten Semarang yaitu 35,3 % pada tahun 2006 (Dinas Pariwisata Kabupaten Semarang, 2006).

Keberadaan generasi muda sebagai putra dan putri daerah dalam memajukan Bandungan untuk lebih dikenal di masyarakat luas adalah suatu keharusan, dibekali dengan semangat kedaerahan yang kental generasi muda Bandungan baik yang berdomisili di Bandungan atau di seluruh penjuru Nusantara bahkan luas negeri tergabung dalam wadah komunitas Bandungan Lover’s.

Dengan memanfaatkan teknologi internet dan jejaring sosial atau yang lebih dikenal Facebook ingin mencoba membangun silaturahmi dan kebersamaan antar anggota yang telah terbentuk sehingga mampu menjembatani informasi mengenai Bandungan. Bagi anggota baik yang berdomisili di Bandungan maupun yang sedang berdomisili di luar daerah bahkan luar negeri menjadikan jejaring ini sebagai pengobat rindu pada kampung halaman. Bagi pengunjung group jejaring hal ini bisa menjadikan media informasi mengenai Bandungan lebih dekat sehingga ketika mereka berkunjung ke Bandungan lebih merasa homy. Hal ini disadari akan memberikan nilai positif dari stigma negatif yang disandang Bandungan selama ini.

Mari berbagi cinta untuk Bandungan, bergabunglah dengan kami